Rabu, 29 Januari 2014

Misteri angka 9


123456789 x 9 = 1111111101

123456789 x 18 = 2222222202

123456789 x 27 = 3333333303

123456789 x 36 = 4444444404

123456789 x 45 = 5555555505

123456789 x 54 = 6666666606

123456789 x 63 = 7777777707

123456789 x 72 = 8888888808

123456789 x 81 = 9999999909

unik bukan?

Minggu, 19 Januari 2014

SISI LAIN MATEMATIKA

Oleh: Aryadi Nursantoso

Apakah matematika cuma sekedar rumus, hitung-hitungan angka, hal yang membosankan karena hanya begitu-begitu saja, momok bagi sebagian orang???? Entah…

37 x 3 = 111

37 x 6 = 222

37 x 9 = 333

37 x 12 = 444

37 x 15 = 555

37 x 18 = 666

37 x 21 = 777

37 x 24 = 888

37 x 27 = 999

Unik bukan?

Sabtu, 18 Januari 2014

TERBANGUN


oleh : Aryadi Nursantoso


Belum selesai bumi mengitari porosnya, mentari belum berhadapan dengan sisi bumi lainnya, secercah semburat merah dan titik terang belum tampak tetapi segi-segi kehidupan telah mulai menggeliat. Belum semua haknya terpenuhi tapi kewajiban-kewajiban telah memanggil dengan pelan dan pasti. Hewan nokturnal belum kembali keperaduaannya tapi terlihat keributan dimana-mana yg disebabkan oleh tangan-tangan yang bergerak melebihi kapasitasnya, gaduh, gaduh dan gaduh. Tapi itulah sisi lain dari kehidupan, kehidupan yang bagi sebagian orang adalah pilihan, bagi sebagian lagi mungkin dan hanya mungkin juga pilihan, tetapi bagi sebagian dan sebagian sisanya mungkin juga bukan.

Apakah hidup di Indonesia juga sebuah pilihan? Tentu saja tidak perlu dijawab, hanya mencoba beretorika saja.
Setelah bertahun-tahun hanya terpana melihat fatamorgana tanpa tahu apa yang terjadi, akhirnya sampailah pada tahun yang baru ini, tahun yang ditunggu-tunggu. Dimana tahun ini merupakan tahun politik di Indonesia, tahun yang akan membuat rakyat semakin sulit saja hanya untuk sekedar melihat. Lho melihat saja kok sulit? Lha iya, bagaimana tidak, semua kebijakan yang diputuskan oleh otoritas bisa jadi hanya untuk kepentingan politik saja, kebijakan yang pro rakyat juga jangan-jangan juga karena kepentingan politik, wakil rakyat yang mencoba untuk merealisasikan janjinya juga bisa jadi karena kepentingan politik, jangan-jangan tetangga yang bersikap baikpun juga karena ada kepentingan politik, jangan-jangan pemberian kecil pun hanyalah gratifikasi saja. Nah, yang dirugikan kan yang benar-benar tulus ingin membangun bangsa dengan kebijakan yang pro rakyat, yang ingin memperjuangkan kepentingan dan nasib rakyat dengan tulus, yang benar-benar ingin menyambung tali silaturrahim. Semua hal bisa dianggap negatif hanya gara-gara satu kata "politik" yang tentu saja berhubungan erat dengan sebuah kepentingan tertentu.

Kalau melihat berita ditelevisi sekarang isinya kebanyakan berisi hal negatif dari bangsa ini,mulai dari pembunuhan hingga korupsi dan yang pasti hal tersebut bisa memacu pesimisme yang akut bagi rakyatnya. Tapi yang menjadi pertanyaan apakah tidak ada prestasi dari bangsa ini yang patut diberitakan, kalahkah kuantitas kebaikan-kebaikan dari bangsa ini dengan keburukannya? Sifat pesimis yang terjadi terus-menerus itu bisa juga menggerus jati diri bangsa ini. Berbicara tentang jati diri jadi teringat dengan suatu pembicaraan pengamat sepakbola dengan seorang pelatih sepak bola, intinya sepakbola di Indonesia terlalu kebanyakan panutan. Giliran daerah amerika latin yang sedang berjaya, dengan grusa-grusu kita ingin mengadopsi gayanya bahkan dengan mengirimkan sebuah tim kenegara disana, demikian pula saat Negara-negara eropa jadi kiblat sepakbola dengan gaduh pula kita ingin mengadopsi gaya mereka, hal itu terulang lagi saat persepakbolaan jepang mulai menggeliat. Tanpa memperhatikan dan merestorasi kondisi kesemrawutan yang ada dipersepakbolaan kita. Tentu saja dengan cara yang instan itu tidak juga dapat membantu meningkatkan prestasi sepak bola kita yang sedang mati suri, dan lagi-lagi yang disalahkan fisik, tingginya kuranglah, badannya kurang kekarlah, dsb. Padahal tentunya kita punya gaya sepakbola sendiri yang ala Indonesia sehingga cocok untuk diterapkan dengan kondisi pemain sepakbola Indonesia. Itu idealnya, tapi yang pasti ideal menurut si A belum tentu ideal pula menurut si B, si C apalagi si Z. Itulah pokok permasalahannya, kebanyakan masih sulit untuk berkolaborasi dengan mengesampingkan bahkan membunuh ego pribadi maupun kelompoknya. Pelik dan gaduh bukan main masalah yang terjadi di Negeri kita yang tercinta ini. Repot bukan?

Hujan yang turunpun belum bisa menyegarkan dahaga yang ada, belum bisa menyegarkan kekeringan jati diri yang semakin gersang, belum bisa menghapus goresan-goresan sang fatalisme, bahkan semakin lama airnya meluap membanjiri daerah-daerah yang rendah, bahkan lama-lama menggenangi daerahnya, membuatnya basah kuyup dan membuatnya terbangun. Dia pun hanya bisa menggerutu saat tahu ternyata kakinya menyenggol gelas yang berisi air, bersamaan dengan itu pula suara ayam jantan mulai bersahut-sahutan dengan riangnya seakan tidak punya masalah dalam hidupnya, atau mungkin itulah pilihannya.