Rabu, 29 Januari 2014

Misteri angka 9


123456789 x 9 = 1111111101

123456789 x 18 = 2222222202

123456789 x 27 = 3333333303

123456789 x 36 = 4444444404

123456789 x 45 = 5555555505

123456789 x 54 = 6666666606

123456789 x 63 = 7777777707

123456789 x 72 = 8888888808

123456789 x 81 = 9999999909

unik bukan?

Minggu, 19 Januari 2014

SISI LAIN MATEMATIKA

Oleh: Aryadi Nursantoso

Apakah matematika cuma sekedar rumus, hitung-hitungan angka, hal yang membosankan karena hanya begitu-begitu saja, momok bagi sebagian orang???? Entah…

37 x 3 = 111

37 x 6 = 222

37 x 9 = 333

37 x 12 = 444

37 x 15 = 555

37 x 18 = 666

37 x 21 = 777

37 x 24 = 888

37 x 27 = 999

Unik bukan?

Sabtu, 18 Januari 2014

TERBANGUN


oleh : Aryadi Nursantoso


Belum selesai bumi mengitari porosnya, mentari belum berhadapan dengan sisi bumi lainnya, secercah semburat merah dan titik terang belum tampak tetapi segi-segi kehidupan telah mulai menggeliat. Belum semua haknya terpenuhi tapi kewajiban-kewajiban telah memanggil dengan pelan dan pasti. Hewan nokturnal belum kembali keperaduaannya tapi terlihat keributan dimana-mana yg disebabkan oleh tangan-tangan yang bergerak melebihi kapasitasnya, gaduh, gaduh dan gaduh. Tapi itulah sisi lain dari kehidupan, kehidupan yang bagi sebagian orang adalah pilihan, bagi sebagian lagi mungkin dan hanya mungkin juga pilihan, tetapi bagi sebagian dan sebagian sisanya mungkin juga bukan.

Apakah hidup di Indonesia juga sebuah pilihan? Tentu saja tidak perlu dijawab, hanya mencoba beretorika saja.
Setelah bertahun-tahun hanya terpana melihat fatamorgana tanpa tahu apa yang terjadi, akhirnya sampailah pada tahun yang baru ini, tahun yang ditunggu-tunggu. Dimana tahun ini merupakan tahun politik di Indonesia, tahun yang akan membuat rakyat semakin sulit saja hanya untuk sekedar melihat. Lho melihat saja kok sulit? Lha iya, bagaimana tidak, semua kebijakan yang diputuskan oleh otoritas bisa jadi hanya untuk kepentingan politik saja, kebijakan yang pro rakyat juga jangan-jangan juga karena kepentingan politik, wakil rakyat yang mencoba untuk merealisasikan janjinya juga bisa jadi karena kepentingan politik, jangan-jangan tetangga yang bersikap baikpun juga karena ada kepentingan politik, jangan-jangan pemberian kecil pun hanyalah gratifikasi saja. Nah, yang dirugikan kan yang benar-benar tulus ingin membangun bangsa dengan kebijakan yang pro rakyat, yang ingin memperjuangkan kepentingan dan nasib rakyat dengan tulus, yang benar-benar ingin menyambung tali silaturrahim. Semua hal bisa dianggap negatif hanya gara-gara satu kata "politik" yang tentu saja berhubungan erat dengan sebuah kepentingan tertentu.

Kalau melihat berita ditelevisi sekarang isinya kebanyakan berisi hal negatif dari bangsa ini,mulai dari pembunuhan hingga korupsi dan yang pasti hal tersebut bisa memacu pesimisme yang akut bagi rakyatnya. Tapi yang menjadi pertanyaan apakah tidak ada prestasi dari bangsa ini yang patut diberitakan, kalahkah kuantitas kebaikan-kebaikan dari bangsa ini dengan keburukannya? Sifat pesimis yang terjadi terus-menerus itu bisa juga menggerus jati diri bangsa ini. Berbicara tentang jati diri jadi teringat dengan suatu pembicaraan pengamat sepakbola dengan seorang pelatih sepak bola, intinya sepakbola di Indonesia terlalu kebanyakan panutan. Giliran daerah amerika latin yang sedang berjaya, dengan grusa-grusu kita ingin mengadopsi gayanya bahkan dengan mengirimkan sebuah tim kenegara disana, demikian pula saat Negara-negara eropa jadi kiblat sepakbola dengan gaduh pula kita ingin mengadopsi gaya mereka, hal itu terulang lagi saat persepakbolaan jepang mulai menggeliat. Tanpa memperhatikan dan merestorasi kondisi kesemrawutan yang ada dipersepakbolaan kita. Tentu saja dengan cara yang instan itu tidak juga dapat membantu meningkatkan prestasi sepak bola kita yang sedang mati suri, dan lagi-lagi yang disalahkan fisik, tingginya kuranglah, badannya kurang kekarlah, dsb. Padahal tentunya kita punya gaya sepakbola sendiri yang ala Indonesia sehingga cocok untuk diterapkan dengan kondisi pemain sepakbola Indonesia. Itu idealnya, tapi yang pasti ideal menurut si A belum tentu ideal pula menurut si B, si C apalagi si Z. Itulah pokok permasalahannya, kebanyakan masih sulit untuk berkolaborasi dengan mengesampingkan bahkan membunuh ego pribadi maupun kelompoknya. Pelik dan gaduh bukan main masalah yang terjadi di Negeri kita yang tercinta ini. Repot bukan?

Hujan yang turunpun belum bisa menyegarkan dahaga yang ada, belum bisa menyegarkan kekeringan jati diri yang semakin gersang, belum bisa menghapus goresan-goresan sang fatalisme, bahkan semakin lama airnya meluap membanjiri daerah-daerah yang rendah, bahkan lama-lama menggenangi daerahnya, membuatnya basah kuyup dan membuatnya terbangun. Dia pun hanya bisa menggerutu saat tahu ternyata kakinya menyenggol gelas yang berisi air, bersamaan dengan itu pula suara ayam jantan mulai bersahut-sahutan dengan riangnya seakan tidak punya masalah dalam hidupnya, atau mungkin itulah pilihannya.

Minggu, 20 Desember 2009

SANG BINGUNG

Oleh: Aryadi Nursantoso


Terasa angin berhembus menerpa helaian rambut dengan lembutnya

Awan putih pun serasa berkejaran saling mengalahkan

Terlihat nun jauh disana sebuah titik putih kecil bergerak tak menentu

Seperti sedang diombang-ambingkan ombak yang buas ditengah lautan

Ternyata sebuah kapal yang dengan iklasnya membawa tuannya menepati kewajibannya

Yang sedang ditemani segerombolan burung camar yang senantiasa bernyanyi riang

Menyanyikan yanyian jiwanya

Entah meneriakkan nyanyian bahagia atau ratapan lara

Riak-riak ombak pun tak mau ketinggalan beraksi

Memamerkan kepiawaiannya bergerak dengan lincahnya

Mereka berlomba-lomba mempermainkan butiran pasir dibibir pantai

Mengombang-ambingkan kesana kemari sesuka hatinya

Tanpa memperdulikan perasaan sang butiran pasir

Tanpa mempertanyakan kesediaannya

Mereka mengabaikan hal itu ataukah mempunyai persepsi lain

Entahlah...

Sang tangan jail pun ikut-ikutan bergabung dengan mereka

Mengorek dan menggoda pasir dengan angkuhnya

Menuangkan apa yang ada di otak kecil kepalanya

Menciptakan sesuatu yang cukup membingungkan bagi yang melihatnya

Sang bingung pun tersenyum melihat semua hal itu

Tersenyum riang atas fenomena yang ada

Fenomena yang ia temukan dalam pikirannya

Fenomena yang membuat ia semakin merasa kecil dihadapan-Nya

Bahkan merasa lebih kecil dari butiran pasir

Ia pun berucap syukur diatas kebingungan dan rasa takjubnya

Dan ia pun berujar “ apakah noumena dari semua ini?”

Tentu saja ia tak bisa menjawabnya

Ia hanya tertegun kagum dan terus tertegun

Sampai-sampai ia tak sadar telah terseret masuk kedalam fenomena itu

Ia megikuti tarian sang ombak yang sedang bermain dengan butiran pasir

Ia pun tertawa dengan riangnya

Tertawa dengan lepasnya seakan ia sendirian disana

Sendirian tanpa dibebani oleh kebingungannya

Tak terasa sang mentari semakin condong ke barat

Semakin redup cahaya hangatnya

Ia pun tersadar

Ia pun kembali dengan kebingungannya

Tapi ia tersenyum

Senyum penuh kemenangan dan optimisme

Ia tak lagi merasa menjadi sang fatalisme

Ia yakin apa yang ia pikirkan maupun lakukan tadi tidaklah sia-sia

Itu bagian dari ikhtiarnya

Sang bingung pun kembali ke tempat semula ia datang

Entah apa yang akan dibuatnya

Tak ada yang tahu

Hanya hatinya dan yang menciptakan-Nya yang tahu...

Senin, 14 Desember 2009

KESALAHAN TERTINGGI/TERENDAH

Oleh: Aryadi Nursantoso

Di suatu pagi dalam sebuah dimensi sedang terjadi perdebatan antar sebagian para salah.
Kesalahan:
Selamat pagi wahai para rekanku, kenapa kalian berdebat seperti itu?

Salah satu yang berdebat berbicara mewakili:
Selamat pagi, ini kami sedang memperdebatkan mana diantara kami yang merupakan kesalahan yang tertinggi maupun yang terendah. Maukah kau menjadi penengahnya?

Kesalahan:
Baiklah, silahkan kalian bergantian mengutarakan apa yang kalian perdebatkan tadi.

Kesalahan 1:
Tuanku seorang ahli agama, tetapi apa yang ia katakan tentang hakekat agamanya tidak ia terapkan dalam kehidupan kesehariannya. Ia juga sering memberi fatwa yang kurang tepat, fatwa yang menyesatkan kaumnya.

Kesalahan 2:
Tuanku seorang filsuf, tetapi kata-katanya kosong dan sia-sia, karena kata-katanya tidak menawarkan penyembuhan bagi penderitaan manusia.

Kesalahan 3:
Tuanku adalah pendidik, tetapi ia tidak memberikan apa yang seharusnya diberikan kepada anak didiknya, ia bukannya menjadi fasilitator yang baik tetapi malah membunuh karakter anak didiknya, mematikan kreatifitasnya.

Kesalahan 4:
Tuanku adalah pelajar, tetapi ia tidak melakukan kewajibannya untuk belajar. Ia tidak mengoptimalkan kemampuannya dalam mencari ilmu.

Kesalahan 5:
Tuanku adalah penguasa, tetapi ia sering menggunakan kekuasannya untuk memenuhi ambisi pribadinya dan dengan kekuasaannya itu ia memangkas hak orang lain.

Kesalahan 6:
Tuanku adalah wakil rakyat, tetapi ia tidak amanah, bukannya menyuarakan apa kata rakyatnya tetapi malah sibuk mengurus perutnya sendiri.

Kesalahan 7:
Tuanku adalah pekerja hukum, tetapi ia tidak adil, tidak bekerja sesuai proporsinya, menurutnya kebenaran dan keadilan dapat diperjual-belikan.

Kesalahan 8:
Tuanku adalah petugas keamanan, tetapi keberadaannya malah membuat orang-orang merasa tidak aman. Ia menggunakan kewenangannya demi kepentingan pribadinya.

Kesalahan 9:
Tuanku adalah pekerja kesehatan, tetapi ia sering melanggar kode etiknya. Ia juga sering memberi diagnosis maupun informasi yang tidak tepat kepada pasiennya.

Kesalahan 10:
Tuanku adalah pekerja sosial, tetapi ia tidak memperdulikan nasib rakyat kecil, ia hanya mau berjuang jika hanya jika ia mendapatkan imbalan atas perjuangannya itu.

Kesalahan 11:
Tuanku adalah pencari berita, tetapi ia sering menyampaikan/menuliskan berita yang belum pasti kebenarannya.

Kesalahan 12:
Tuanku adalah tangan, tetapi ia sering mengkhianati sang mulut, tidak menulis sesuai apa yang mulut katakan.

Kesalahan 13:
Tuanku adalah mulut, tetapi ia sering mengkhianati sang pikiran, tidak mengucapkan sesuai dengan apa yang pikiran ingin utarakan.

Kesalahan 14:
Tuanku adalah pikiran, tetapi ia sering mengkhianati sang hati, memikirkan hal yang bukan-bukan tanpa dikomandoi oleh hati.

Kesalahan 15:
Tuanku adalah hati, tetapi ia tidak dapat menjadi sebenar-benar hati.

Para salah (berkata bersamaan):
Wahai kesalahan, manakah dari kami yang merupakan kesalahan tertinggi maupun terendah?

Kesalahan:
Maafkan aku para rekanku, dari yang kalian sampaikan aku tak dapat mengkotomikan mana yang merupakan kesalahan tertinggi maupun terendah. Karena yang namanya kesalahan itu tetap kesalahan, betapapun itu adalah kesalahan yang paling tinggi ataupun sebaliknya. Dan kita pun tidak boleh hanya melihat kesalahan dari satu sudut pandang saja, karena mungkin ada sesuatu noumena dari kesalahan itu. Jadi menurutku yang dinamakan kesalahan terendah adalah apabila kita melakukan suatu kesalahan kemudian kita menyesali dan memohon ampun kepada Yang Maha Pengampun, sedangkan kesalahan tertinggi itu apabila kita berbuat salah tetapi kita tidak tahu bahwa apa yang kita kerjakan atau lakukan itu merupakan sebuah kesalahan. Wallahu’alam.

Referensi:
Higgin, Graham. 2004. Ontologi Filsafat. Yogyakarta: Bentang.

Kamis, 10 Desember 2009

MATEMATIKA MENGANYAM DUNIA

oleh: Aryadi Nursantoso

Dunia:
Aku jadi berarti karena didukung oleh berbagai hal, salah satu diantaranya adalah oleh ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan bersinergi demi aku, demi kejayaanku. Akulah tuanmu.

Matematika:
Wahai dunia benarlah begitu tampaknya. Tapi jangan lupakan perananku terhadap dirimu.

Dunia:
Tentu saja kau tidak kulupakan, kau merupakan bagian kecil dari mereka.

Matematika:
Kenapa kau katakan aku merupakan bagian kecil saja? Itu terasa agak mengganjal dihatiku.

Dunia:
Kau hanyalah unsur dari ilmu pengetahuan saja tak lebih dari itu, sama dengan yang lainnya.

Matematika:
Tahukah kau perananku terhadap ilmu pengetahuan?

Dunia:
Tidak, apa pula peranan yang kau bangga-banggakan itu?

Matematika:
Aku banyak mendasari perkembangan ilmu pengetahuan lainnya. Secara garis besar aku bifungsi terhadap ilmu pengetahuan lainnya.

Dunia:
Apa yang kau maksud dengan bifungsi wahai matematika?

Matematika:
Ada saatnya aku menjadi ratu dari ilmu pengetahuan lainnya dan ada saatnya pula jadi pelayan bagi mereka.

Dunia:
Baiklah ku terima itu. Tapi itu belum cukup, bisakah kau katakan lagi apa yang membuatmu merasa lebih?

Matematika:
Aku digunakan dalam kehidupan manusia sehari-hari, mulai dari hal yang paling sederhana sampai hal yang terumit. Dari untuk menghitung satu, dua, tiga sampai untuk perhitungan antariksa. Aku digunakan untuk memecahkan masalah bagi manusia dan aku juga membantu manusia dalam menginterpretasikan secara tepat berbagai ide dan kesimpulan.

Dunia:
Adakah lainnya?

Matematika:
Tentu saja masih ada, beberapa akan diutarakan oleh perananku lainnya. ( kemudian matematika memanggil beberapa peranannya, dan disuruhnya untuk menerangkan kepada dunia)

Matematika sebagai Bahasa:
Terimakasih atas waktu dan kesempatannya. Wahai dunia, aku sering disebut sebagai bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari serangkaian pernyataan yang ingin disampaikan. Lambang-lambang pada diriku bersifat artifisial. Orang sering beralih dari bahasa verbal yang banyak kekurangannya dengan menggunakanku, karena menurut mereka aku berusaha untuk menghilangkan bahasa majemuk dan emosional dari bahasa verbal. Jika bahasa verbal hanya mampu menyatakan pernyataan yang bersifat kualitatif, maka aku mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan penggunaku menyatakan suatu secara kuantitatif. Sifat kuantitatif dariku ini dapat meningkatkan daya prediktif dan kontrol dari ilmu. Ilmu dapat memberikan suatu penjelasan secara eksak sehingga memungkinkan untuk memecahkan masalah lebih cermat dan tepat. Demikianlah dunia sedikit dariku, ada rekanku yang akan menambahkannya.

Matematika sebagai Sarana Berfikir Deduktif:
Terimakasih atas waktu dan kesempatannya. Wahai dunia, aku adalah ilmu deduktif. Aku merupakan pengetahuan dan sarana berfikir deduktif.. Aku disebut demikian karena sifatku dalam menyelesaikan masalah maupun dalam menyimpulkan sesuatu tidak didasari atas pengalaman tetapi lebih pada penjabaran-penjabaran. Aku lebih mementingkan bentuk logis, dan pernyataan-pernyataanku mempunyai sifat yang jelas. Pola berfikirku banyak digunakan dalam berbagai bidang pengetahuan yang mengambil kesimpulan berdasarkan pada premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan. Pola berfikirku juga menjadi salah satu syarat dalam mendapatkan pengetahuan dalam metode ilmiah. Demikianlah dunia sedikit dariku, ada rekanku yang akan menambahkannya.

Matematika untuk Ilmu Alam:
Terimakasih atas waktu dan kesempatannya. Wahai dunia, aku sering disebut sebagai salah satu puncak kegemilangan intelektual. Fungsiku cukup penting dalam perkembangan berbagai ilmu pengetahuan. Dalam perkembangan ilmu alam perananku cukup besar, kontribusiku ditandai dalam penggunaan lambang-lambang untuk penghitungan dan pengukuran. Modelku sering digunakan oleh ilmuwan di ilmu alam dalam penelitiannya, karena dengan bahasaku mereka akan lebih mudah dalam memformulasikan hipotesa keilmuannya. Demikianlah dunia sedikit dariku, ada rekanku yang akan menambahkannya.

Matematika untuk Ilmu Sosial:
Terimakasih atas waktu dan kesempatannya. Wahai dunia, aku sering disebut sebagai salah satu puncak kegemilangan intelektual. Fungsiku cukup penting dalam perkembangan berbagai ilmu pengetahuan. Aku juga cukup berperan di ilmu sosial, metodeku memberikan inspirasi kepada pemikiran dibidang sosial dan ekonomi. Aku juga sering digunakan oleh para ahli ahli sosial dipenelitiannya, mereka sering menggunakan metode berfikirku yang logis sebagai pembanding. Dan mereka menggunakanku untuk menggambarkan tentang hasil penelitiannya agar lebih simpel dan mudah dipahami. Demikianlah dunia sedikit dariku.

Matematika:
Wahai dunia, demikianlah sedikit yang dapat aku sampaikan. Bagaimanakah menurutmu?

Dunia:
…. (Dunia pun diam dan hanya tersenyum… dalam benaknya hanya bergumam, “ternyata kau memang lebih dari seperti yang kubayangkan, teruskanlah perjuanganmu dan pengabdianmu kepada semua itu”)

Matematika:
… (Matematikapun ikut tersenyum seakan tau apa yang ada didalam benak dunia)


Referensi :
Bakhtiar, Amsal. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers
Sujono. 1988. Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta: Depdikbud.

Rabu, 09 Desember 2009

KETIKA DIRIKU TAK MAMPU BERTANYA

Oleh : Aryadi Nursantoso

Ada sebuah kisah tentang seorang nelayan tua dengan ikan marlin, kisah tentang persahabatan mereka, kira-kira begitulah persepsi dari nelayan tua itu. Dia hidup sendirian, tetapi dia punya seorang murid kecil yang dengan setianya senantiasa menemani sang nelayan tua menghabiskan hari-harinya di sebuah gubuk kecil dan sesekali menemaninya melaut mencari ikan. Suatu saat hal yang ditakutkan oleh sang nelayan muncul, dia kehilangan produktifitasnya. Dia telah berlayar selama 84 hari, tetapi dia tak satupun memperoleh ikan yang cukup besar. Diapun hari itu pulang dengan wajah yang lesu, sang murid telah menunggunya didermaga.

Murid:
Wahai bapak (sang nelayan tua tidak mau dipanggil guru) apa gerangan yang membuat wajahmu kelihatan lesu seperti itu? Bagaimana peruntunganmu hari ini?

Nelayan tua:
Oh anakku kau ternyata, aku tidak apa-apa. Hanya sedikit kurang beruntung saja.

Murid:
Apakah tak dapat tangkapan lagi bapak?

Nelayan tua:
Yah seperti yang tampak, hanya dapat beberapa ikan kecil saja buat umpan besok.

Murid:
Maafkan diriku kemarin tak dapat menemanimu melaut, aku dilarang oleh ayahku. Katanya kau hanya membawa kesialan.

Nelayan tua:
Tak apa anakku, aku sudah terbiasa hidup sendirian. Lagi pula kau itu anak ayahmu, sudah sepantasnya kau mengikuti nasehatnya.

Murid:
Bolehkah besok aku menemanimu melaut?

Nelayan tua:
Tak usah anakku, ikutilah apa kata ayahmu.

Murid:
Mengapa kau tak berkenan wahai bapakku?

Nelayan tua:
Wahai anakku, ikutilah apa kata ayahmu.

Murid:
Aku sudah besar, kenapa harus selalu harus menurut kepada ayahku? Apa yang ia katakan kadang tidak sesuai dengan keinginanku

Nelayan tua:
Ikutilah apa kata ayahmu, itulah yang terbaik.

Murid:
Tapi kenapa..? Kenapa harus aku?

Nelayan tua:
Ikutilah apa kata ayahmu, sudah sekarang kau pulanglah.

Murid:
Tapi…(dia tak meneruskan kata-katanya, dia tak sanggup lagi membujuk nelayan tua agar menyertakannya melaut besok. Dia pun pulang).

Nelayan tua:
….(Dia termenung, sambil berkata dalam hati “ andai kau itu anakku”).

Hari ke 85 pun datang, ditemani oleh dinginnya malam yang menyongsong pagi dia dibantu oleh muridnya mempersiapkan peralatan melautnya.
Murid:
Selamat melaut bapak, ini hari baik semoga peruntungan ada digenggamanmu kali ini.

Nelayan tua:
Terimakasih anakku.. Kau juga, semoga hari ini menyenangkan buatmu.

Dia pun mulai berlayar diiringi tatapan penuh harap dari muridnya. Sampai sinar mentari mulai memancarkan kehangatannya belum juga mata kailnya disentuh oleh ikan besar, hanya beberapa ikan sarden kecil saja yang tertangkap. Baru setelah punggungnya terasa terbakar sinar mentari, dia merasa ada sesuatu yang menyenggol salah satu mata kailnya. Dia berharap itu ikan besar yang sedang mengincar umpannya.
Nelayan tua:
Oh semoga ini ikan besar yang kurindukan selama ini.. (dia berbicara sendiri).
Tak berapa lama seekor ikan marlin besar, dengan mata kail di dalam mulutnya, muncul melompat kepermukaan, sungguh merupakan ikan yang yang sangat besar bahkan lebih besar dari sampan sang nelayan tua.
Nelayan Tua:
Horeeee..(di berteriak kegirangan).

Dia pun mulai meracau tak tentu. Tapi sampai malam menjelang tak juga sang ikan menunjukkan kelelahan, dia terus menarik sampan sang nelayan tua ke tengah samudra yang tak bertepi. Nelayan tua pun mulai merasa bosan dengan kesendiriannya. Dia mulai bermonolog.
Nelayan tua:
Wahai ikan sahabatku, sampai kapan kau akan menyeretku?

Tak ada jawaban tentunya..
Nelayan tua:
Akan kuikuti permainanmu, akan ku temani sampai kau menyerah ikut bersamaku kedaratan, walau sampai tubuh ini jadi abu.

Lama, sampai pagi datang menjelang ia masih terus bergumul dengan sang ikan.
Nelayan tua:
Wahai ikan hari sudah pagi, apakah kau tak menyadarinya? Apa yang kau rasakan wahai ikan? Apakah kau merasakan hal yang sama dengan denganku? Apakah kau merasa sebagai seekor singa yang sedang menyeret mangsanya? Apakah kau tidak merasa letih, marilah kita berhenti sejenak untuk beristirahat,maukah? Apakah yang kau inginkan?

Dia terus bertanya-tanya, sampai akhirnya ia kehabisan pertanyaan. Ia kini hanya termenung dan terus termenung, menikmati permainannya dengan sahabat barunya….


Salah satu dari beberapa hal yang dapat menimbulkan filsafat antara lain adalah orang-orang yang mempunyai rasa ingin tahu. Dari keingintahuan itulah kemudian mereka merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang butuh jawaban. Jadi filsafat akan tetap ada jika masih ada pertanyaan, tetapi jika sudah tidak ada pertanyaan lagi apakah filsafat akan musnah dari muka bumi ini? Siapa yang dapat menjamin…
(Terinspirasi oleh tulisan Hemingway)

Referensi :
Hemingway, Ernest. 2009. The Old Man and The Sea. Surabaya: Selasar Publishing.
Tafsir, Ahmad. 2003. Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra. Bandung: Rosda.