Rabu, 09 Desember 2009

KETIKA DIRIKU TAK MAMPU BERTANYA

Oleh : Aryadi Nursantoso

Ada sebuah kisah tentang seorang nelayan tua dengan ikan marlin, kisah tentang persahabatan mereka, kira-kira begitulah persepsi dari nelayan tua itu. Dia hidup sendirian, tetapi dia punya seorang murid kecil yang dengan setianya senantiasa menemani sang nelayan tua menghabiskan hari-harinya di sebuah gubuk kecil dan sesekali menemaninya melaut mencari ikan. Suatu saat hal yang ditakutkan oleh sang nelayan muncul, dia kehilangan produktifitasnya. Dia telah berlayar selama 84 hari, tetapi dia tak satupun memperoleh ikan yang cukup besar. Diapun hari itu pulang dengan wajah yang lesu, sang murid telah menunggunya didermaga.

Murid:
Wahai bapak (sang nelayan tua tidak mau dipanggil guru) apa gerangan yang membuat wajahmu kelihatan lesu seperti itu? Bagaimana peruntunganmu hari ini?

Nelayan tua:
Oh anakku kau ternyata, aku tidak apa-apa. Hanya sedikit kurang beruntung saja.

Murid:
Apakah tak dapat tangkapan lagi bapak?

Nelayan tua:
Yah seperti yang tampak, hanya dapat beberapa ikan kecil saja buat umpan besok.

Murid:
Maafkan diriku kemarin tak dapat menemanimu melaut, aku dilarang oleh ayahku. Katanya kau hanya membawa kesialan.

Nelayan tua:
Tak apa anakku, aku sudah terbiasa hidup sendirian. Lagi pula kau itu anak ayahmu, sudah sepantasnya kau mengikuti nasehatnya.

Murid:
Bolehkah besok aku menemanimu melaut?

Nelayan tua:
Tak usah anakku, ikutilah apa kata ayahmu.

Murid:
Mengapa kau tak berkenan wahai bapakku?

Nelayan tua:
Wahai anakku, ikutilah apa kata ayahmu.

Murid:
Aku sudah besar, kenapa harus selalu harus menurut kepada ayahku? Apa yang ia katakan kadang tidak sesuai dengan keinginanku

Nelayan tua:
Ikutilah apa kata ayahmu, itulah yang terbaik.

Murid:
Tapi kenapa..? Kenapa harus aku?

Nelayan tua:
Ikutilah apa kata ayahmu, sudah sekarang kau pulanglah.

Murid:
Tapi…(dia tak meneruskan kata-katanya, dia tak sanggup lagi membujuk nelayan tua agar menyertakannya melaut besok. Dia pun pulang).

Nelayan tua:
….(Dia termenung, sambil berkata dalam hati “ andai kau itu anakku”).

Hari ke 85 pun datang, ditemani oleh dinginnya malam yang menyongsong pagi dia dibantu oleh muridnya mempersiapkan peralatan melautnya.
Murid:
Selamat melaut bapak, ini hari baik semoga peruntungan ada digenggamanmu kali ini.

Nelayan tua:
Terimakasih anakku.. Kau juga, semoga hari ini menyenangkan buatmu.

Dia pun mulai berlayar diiringi tatapan penuh harap dari muridnya. Sampai sinar mentari mulai memancarkan kehangatannya belum juga mata kailnya disentuh oleh ikan besar, hanya beberapa ikan sarden kecil saja yang tertangkap. Baru setelah punggungnya terasa terbakar sinar mentari, dia merasa ada sesuatu yang menyenggol salah satu mata kailnya. Dia berharap itu ikan besar yang sedang mengincar umpannya.
Nelayan tua:
Oh semoga ini ikan besar yang kurindukan selama ini.. (dia berbicara sendiri).
Tak berapa lama seekor ikan marlin besar, dengan mata kail di dalam mulutnya, muncul melompat kepermukaan, sungguh merupakan ikan yang yang sangat besar bahkan lebih besar dari sampan sang nelayan tua.
Nelayan Tua:
Horeeee..(di berteriak kegirangan).

Dia pun mulai meracau tak tentu. Tapi sampai malam menjelang tak juga sang ikan menunjukkan kelelahan, dia terus menarik sampan sang nelayan tua ke tengah samudra yang tak bertepi. Nelayan tua pun mulai merasa bosan dengan kesendiriannya. Dia mulai bermonolog.
Nelayan tua:
Wahai ikan sahabatku, sampai kapan kau akan menyeretku?

Tak ada jawaban tentunya..
Nelayan tua:
Akan kuikuti permainanmu, akan ku temani sampai kau menyerah ikut bersamaku kedaratan, walau sampai tubuh ini jadi abu.

Lama, sampai pagi datang menjelang ia masih terus bergumul dengan sang ikan.
Nelayan tua:
Wahai ikan hari sudah pagi, apakah kau tak menyadarinya? Apa yang kau rasakan wahai ikan? Apakah kau merasakan hal yang sama dengan denganku? Apakah kau merasa sebagai seekor singa yang sedang menyeret mangsanya? Apakah kau tidak merasa letih, marilah kita berhenti sejenak untuk beristirahat,maukah? Apakah yang kau inginkan?

Dia terus bertanya-tanya, sampai akhirnya ia kehabisan pertanyaan. Ia kini hanya termenung dan terus termenung, menikmati permainannya dengan sahabat barunya….


Salah satu dari beberapa hal yang dapat menimbulkan filsafat antara lain adalah orang-orang yang mempunyai rasa ingin tahu. Dari keingintahuan itulah kemudian mereka merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang butuh jawaban. Jadi filsafat akan tetap ada jika masih ada pertanyaan, tetapi jika sudah tidak ada pertanyaan lagi apakah filsafat akan musnah dari muka bumi ini? Siapa yang dapat menjamin…
(Terinspirasi oleh tulisan Hemingway)

Referensi :
Hemingway, Ernest. 2009. The Old Man and The Sea. Surabaya: Selasar Publishing.
Tafsir, Ahmad. 2003. Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra. Bandung: Rosda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar