Oleh : Aryadi Nursantoso
Sebagai salah satu penghuni dunia ini dan sebagai salah satu mahluk yang diberi kelebihan akal sudah sepantasnya manusia memikirkan apa yang terjadi didunia ini. Mengingat keseluruhan yang ada dan mungkin ada didunia, tidak melupakan dunia, serta dalam berfikir maupun bertindak mengacu pada keadaan dunia saat ini maupun pada apa yang akan dia perbuat untuk dunia kedepannya.
Dengan akalnya manusia memiliki suatu kecakapan untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan akalnya manusia menyadarkan diri bahwa mereka mempunyai kepentingan dan kebutuhan individu. Dengan akalnya pula manusia dapat berinteraksi dan beradaptasi dengan dunia ini. Tetapi karena akalnya pula kadang manusia tidak dapat menyelami hakekat dari kenyataan yang ada didunia ini. Itulah salah satu hal yang perlu diwaspadai oleh dunia.
Pada abad 21, dimana semua kemajuan telah dicapai dengan pesatnya, dimana sains, tekhnologi, dan birokrasi bertalian dengan sangat eratnya, dan juga kemajuan mesin yang bertambah pesat, dunia pastilah akan semakin menghadapi hal-hal yang cukup amat pelik. Mesin-mesin yang hebat itu akan menghasilkan ketidakacuhan, kebutaan serta apatisme. Pikiran manusia semakin maju, sehingga tercipta suatu disiplin ilmu pengetahuan yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu, yang membuat dikotomi dan ketidakseimbangan didunia ini. Dunia lebih pada hanya diperuntukkan untuk para sang aristokrat, para penguasa yang dengan congkaknya menggunakan cara apapun demi tercapai keinginannya mengesampingkan apa yang mereka telah buat untuk dunia. Tapi apa daya dunia, dia tetap terpaku, bergeming dan tetap bergeming. Tapi apa daya para pengguna dunia lainnya, mereka hanya bisa dibungkam diam, berharap, berandai-andai dan hanya bermimpi.
Dengan melihat hal tersebut dapatlah pikiran kita berandai membayangkan tentang keadaan dunia dimasa datang. Hal tersebut tidaklah dapat menutup suatu acuan tentang yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Banyak hal yang dapat terjadi, banyak hal yang akan dialami dunia ini. Mungking nantinya ia akan bangkit, memutar balikkan semua itu, membela mereka yang lebih membutuhkannya, menjadi sebenar-benar dunia. Tapi siapa pula yang dapat menjamin bahwa ia tidak akan terbuai oleh tarian sang penjajah, terpekur tanpa bisa berbuat apa-apa, tanpa bisa mengeluarkan identitasnya. Bahkan mungkin dunia pun seakan mati suri, mati belum waktunya tapi untuk sekadar bernafas hidup pun apalah daya.
Entahlah siapa yang tahu tentang hal itu, entahlah siapa yang dapat menjamin hal itu, jadi biarkanlah semua itu tetap menjadi rahasia Sang Pencipta dan dunia. Biarlah sang ruang dan sang waktu yang menjadi saksinya.
Referensi :
Hadiwijaya, Harun. 2003. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius
Morin, Edgar. 2005. Tujuh Materi Penting bagi Dunia Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius
Rabu, 09 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar